Rabu, 27 Januari 2010
CEDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
CEDERA KEPALA PRIMER
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
CEDERA KEPALA SEKUNDER
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
• Penurunan tingkat kesadaran
• Nyeri kepala
• Muntah
• Hemiparesis
• Dilatasi pupil ipsilateral
• Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
• Penurunan nadi
• Peningkatan suhu
Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :
• Nyeri kepala
• Bingung
• Mengantuk
• Menarik diri
• Berfikir lambat
• Kejang
• Udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Komplikasi pernapasan
• Hemiplegia kontra lateral
• Dilatasi pupil
• Perubahan tanda-tanda vital
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Hemiparese
• Dilatasi pupil ipsilateral
• Kaku kuduk
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
2. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
3. Riwayat kesehatan :
• Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
• Convulsi
• Muntah
• Dispnea / takipnea
• Sakit kepala
• Wajah simetris / tidak
• Lemah
• Luka di kepala
• Paralise
• Akumulasi sekret pada saluran napas
• Adanya liquor dari hidung dan telinga
• Kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
4. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
5. Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.
Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
6. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
Beberapa diagnosa perawatan yang dapat dibuat untuk pasien dengan cedera kepala adalah :
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
1. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasional : Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
1. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
3. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
4. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
5. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
Beberapa diagnosa perawatan yang dapat dibuat untuk pasien dengan cedera kepala adalah :
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasional : Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
6. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
7. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
8. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
9. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
10. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
11. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
ASUHAN KEPERAWATAN
Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial
Independent:
Monitor dan catat status neurologis dengan meng-gunakan metode GCS.
Monitor tanda--tanda vital tiap 30 menit.
Pertahankan posisi ke-pala yang sejajar dan tidak menekan.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, me-ngedan, pertahankan pe-ngukuaran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Berikan obat-obatan yang diindikasikan deng- an tepat dan benar .
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menen-tukan kemampuan beres-pon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks ba-tang otak.
Pergerakan mata mem-bantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah ter-ganggunya abduksi mata.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesa-daran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya per-napasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk menge-tahui tanda-tanda keada-an syok akibat per-darahan.
Perubahan kepala pada satu sisi dpt menim-bulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Dapat mencetuskan res-pon otomatik pening-katan intrakranial.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dpt meningkatkan tekanan intrakrania.
Dapat menurunkan hi-poksia otak.
Membantu menurunkan tekanan intrakranial se-cara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexame-tason) utk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang utk menu-runkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat mening-katkan pemakaian ok-sigen otak.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tdk ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Independent:
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit
Cek pemasangan tube
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit)
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien
Pernapasan yang cepat dari pasien dapat me-nimbulkan alkalosis res-piratori dan pernapasan lambat meningkatkan te-kanan Pa Co2 dan me-nyebabkan asidosis res-piratorik.
Untuk memberikan ven-tilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
Sebagai kompensasi ter-perangkapnya udara ter-hadap gangguan pertu-karan gas.
Keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak ade- kuatnya pengaliran volume dan menimbul kan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum
Ditandai dengan :
Subyektif: Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi
Suara napas ber-sih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena pe-ninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Independent:
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
Obstruksi dapat dise-babkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pema-sangan tube yang tepat dan tidak adanya penum-pukan sputum.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelan-caran aliran serta pele-pasan sputum.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos - coma )
Ditandai dengan :
Subyektif:
Kebutuhan dasar pasien dapat ter-penuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terja-ga, kebersihan lingkungan ter- jaga, nutrisi ter- penuhi sesuai dengan kebutuh- an, oksigen ade- kuat.
Independent :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan ling-kungan.
Penjelasan dapat mengu-rangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan ke-butuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah in-feksi dan keindahan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pa-sien.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Kecemasan kelu-arga dpt ber-kurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kece-masan. Keluarga mengerti cara berhubungan dgn pasien.Pengetahu-an keluarga me-ngenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Independent:
Bina hubungan saling percaya.
Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Berikan dorongan spiri-tual untuk keluarga.
Untuk membina hubung-an terapeutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diper-hatikan.
Penjelasan akan mengu-rangi kecemasan akibat ketidaktahuan.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Independent:
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan
sirkuasi perifer
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien :
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
Untuk menetapkan ke-mungkinan terjadinya lecet pada kulit.
Dalam waktu 2 jam diperkirakan akan terjadi penurunan perfusi ke jaringan sekitar. Maka dengan mengganti posisi setiap 2 jam dapat memperlancar sirkulasi tersebut. Dengan posisi anatomi maka anggota tubuh tidak mengalai gangguan, khususnya masalah sirkulasi /perfusi jaringan. Mengalas bagian yang menonjol guna mengurangi pe- nekanan yang meng- akibatkan lesi kulit.
Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan mengurangi kerasakan kulit.
Dapat mengurangi proses penekanan pada kulit dan menjaga kebersihan kulit.
Sebagai bagian untuk memperkirakan tindakan selanjutnya.
Untuk mencegah ber tambah luas kerusakan kulit.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tdk ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Independent:
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit
Cek pemasangan tube
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit)
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum
Ditandai dengan :
Subyektif: Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi
Suara napas ber-sih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena pe-ninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Independent:
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos - coma )
Ditandai dengan :
Subyektif:
Kebutuhan dasar pasien dapat ter-penuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terja-ga, kebersihan lingkungan ter- jaga, nutrisi ter- penuhi sesuai dengan kebutuh- an, oksigen ade- kuat.
Independent :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan ling-kungan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pa-sien.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Kecemasan kelu-arga dpt ber-kurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kece-masan. Keluarga mengerti cara berhubungan dgn pasien.Pengetahu-an keluarga me-ngenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat. Independent:
Bina hubungan saling percaya.
Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Berikan dorongan spiri-tual untuk keluarga.
Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Independent:
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan
sirkuasi perifer
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien :
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
Gangguan perfusi jaringan otak sehu-bungan dengan ude-ma otak
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial
Independent:
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pe-ngukuran urin dan hindari kon-stipasi yang berkepanjangan.
Observasi kejang dan lindungi klien dari cedera akibat kejang.
Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi klien.
Berikan obat-obatan yang di-indikasikan dengan tepat dan benar .
PENGKAJIAN
I. Identitas
Nama : Tn. H. SN Tgl. MRS : 13 Nopember 2001
Umur : 50 thn. Diagnosa : COB + SDH
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Banyu Ates Sampag
Pekerjaan : -
Alasan MRS : Klien tidak sadar dan mengalami gagal nafas
II. Nursing history
2.1 Riwayat penyakit
Pada tangga 13 Nopember pukul 09.00, klien mengalami terpeleset di tangga kapal, kemudian terjatuh sehingga klien tidak sadarkan diri serta keluar darah dari telinga dan mulut.
III. Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien nampak lemah dan imoblisasi total karena terpasang infus, dower kateter, NG tube dan post trepanasi.
2. Tanda – tanda vital
Suhu : 36,5 derajat Celsius, N : 91 x/menit, teratur dan lemah, T : 90/60 mmHg RR : 26 x/menit, dan GCS : 1-1-2 total 5
3. Body system
3.1 Pernapasan (B1)
Hidung terpasang NG tube. Pasien bernafas secara spontan lewat hidung , ada retraksi dada . Suara napas tambahan stridor.
3.2 Kardiovasukuler (B2)
Terdapat edema pada kedua palpebra dan nampak hematoma, akral agak dingin, sianosis – dan HB 9,7 gr%.
3.3 Persarafan (B3)
Pasien sopuro komatus, GCS : 2 – 2 – 5, pupil isokor
Hasil CT Scan menunjukan cedera kepala bagian kiri dan ada sub epidural hematom kiri, OF Fronto temporal parietal , post trepanasi dan terpasang drainage tertampung 30 CC.
3.4 Perkemihan – Eliminasi uri (B4)
Pasien terpasang dower kateter dengan produksi urine + 1000 /9 jam
3.5 Pencernaan – Eliminasi alvi (B5)
Klien dalam keadaan puasa. Kebutuhan cairan dan nutrisi dari cairan infus dengan RD 5 : NaCl 0,9 = 1000:1000.
3.6 Tulang – otot – integument (B6)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas. Akral agak dingin, turgor cukup, warna kulit agak pucat.
3.7 Sistem endokrin
Tidak bisa dikaji.
4. Pemeriksaan penunjang tgl 13 Nopember 2001
Hb : 9,7 g/dl
Glukosa acak : 158
BUN : 17
Kreatinin serum: 1,40
Elwktrolit:
Kalium : 4,5
Natrium:14
Analisa Gas Darah:
PH : 7,360
PCO2 : 36,2
PO2 : 190,7
HCO3 : 20
BE : -5,4
5. Terapi
Infus RD5: NaCl 0,9 = 1000:1000
Fosmysin 2 x 2 gr
Phenitoin 3 X 10 mg
Manitol 4 X 100 cc
Cimetidin 3 X 1 ampul
Toradol 3 x 10 mg
O2 nasal 6 l/mnt
ANALISA DATA dan DIAGNOSA KEPERAWATAN
D a t a Kemungkinan penyebab Masalah
1. DS : -
DO : perdarahan sub epidural, cedera pada pontal temporalis parietal kiri, pernapasan agonal, GCS 1 – 1 - 2, RR 26x/menit, terjadi retraksi dada. Terdapat stridor
2. DS : -
DO: Sub epidural hematoma, akral agak dingin, T= 90/60 mmhg, nadi 91 lemah. Kesadaran pre koma.
3. DS : -
DO : nampak lemah, total imobilisasi, kesadaran menurun, GCS 1 – 1 – 2, terpasang monitor, infus, dower kateter, NG tube. Penurunan kesadaran
Depresi pada pusat pernafasan
Reflek batuk-, lidah menurun dan penumpukan sekret
Sub epidural hematoma
Aliran darah menurun
Oksigen menurun
Penurunan kesadaran
Penurunan koordinasi sensorik-motorik Tidak efektif bersihan jalan napas
Gangguan perfusi serebral
Keterbatasan aktivitas
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret dan menurunnya pangkal lidah
Tujuan :
Setelah diberi tindakan dalam waktu 24 jam, jalan nafas bersih dan efektif
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih
tidak terdapat suara stridor
sianosis tidak ada, RR dalam batas normal (16 – 20x)
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 60 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Berikan posisi ekstensi kepala.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan hematoma pada sub epidural.
Tujuan:
Setelah perawatan selama 1 x 24 jam oksigenasi otak terpenuhi.
Kriteria hasil:
Terjadi peningkatan kesadaran,
GCS Meningkat dari 1-1-2
Tanda-tanda vital stabil dalam batas normal walaupun dengan bantuan.
Rencana tindakan
-Pertahankan posisi terlentang dengan kepala ekstensi untuk meningkatkan aliran oksigen.
-Berikan oksigen nasal 6 l/menit untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang diperlukan.
-Monitor vital sign tiap 30 menit, untuk mengetahui perkembangan kondisi otak.
-Monitor status neurologis dan GCS tiap 1 jam, untuk mengetahui keadaan sensoris dan motorik.
-Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang dan anti muntah:
Phenitoin 1 amp: jam 08.00 - 16.00 - 24.00
Cemitidin 1 amp: jam 08.00 - 16.00 - 24.00
3.Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (coma)
Tujuan :
Setelah perawatan 2 x 24 jam kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
• Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri. Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
• Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
• Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan. Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal/jam Tindakan keperawatan
14 Nopember 2001
08.00
09.00
10.00
11.00
15 Nopember 2001
14.00
15.00
16.00
18.00
Melakukan suction dan fisioterapi napas dengan memperhatikan teknik aseptic sambil memperhatikan jumlah, konsistensi dan warna sputum, membantu perawatan diri (mulut, perawatan kulit) mengkaji bunyi napas. Memonitor vital sign lewat monitor dan mencatat pada lembaran observasi.
Meberi injeksi obat: Phenitoin 1 ampul dan cemitidin 1 ampul.
Memberi posisi terlentang dengan kepala ekstensi, Mengecek NGT, mengobservasi keadaan akral. Mengobservasi intake dan aut put : Infus 28 tetes/mnt, urine 400 cc.
Melakukan suction dan fisioterapi napas dengan memperhatkan teknik aseptic sambil memperhatikan jumlah, konsistensi dan warna sputum,
Mengobservasi vital sign: T = 100/65, nadi 90x, RR 26x, GCS = 2-2-4. Akral hangat dan suara nafas stridor +, memberi manitol 11 cc.
Melakukan suction dan fisioterapi napas dengan memperhatikan teknik aseptic.
Memonitor vital sign: T = 110/70, nadi 90 kuat dan teratur, RR 26x/menit teratur, akral hangat, suara stridor +, GCS 2-2-5.
Memberi obat injeksi: Phenitoin 1 amp, cemitidin 1 amp, fosmysin 2 gr,
Melakukan suction dan fisioterapi napas dengan memperhatikan teknik aseptic.
EVALUASI
Tgl/jam Diagnosa keperawatan Evaluasi
14 Nop
12.30
15 Nop
20.00
1.Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret dan menurunnya pangkal lidah
2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan hematoma sub epidural.
3. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (coma)
1.Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
3. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (coma)
S: -
O:Sputum encer, stridor (+), tidak sianosis, sesak berkurang, RR 26 x/mnt.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan.
S:-
O: Tidak ada sianosis, T= 100/70, nadi 90 kuat teratur, akral hangat, GCS: 2-2-5.
A: Masalah sebagian teratasi.
P: Observasi perkembangan dan lanjutkan intervensi.
S:-
O:Kebutuhan nutrisi dan personal hygiene terpenuhi.
A: Resiko masalah tetap terjadi
P: Intervensi dipertahankan
S:-
O:Sputum agak encer, stridor+, tidak sianosis, sesak berkurang, RR 26 x/mnt.
A: Masalah sebagian teratasi.
P: Intervensi dilanjutkan.
S:-
O:Tidak ada sianosis, sesak berkurang, T: 110/70, nadi 90 kuat dan teratur, RR 24, GCS= 2-2-5
A: Masalah sebagian teratasi
P: Intervensi dipertahankan.
S:_
O:Kebutuhan nutrisi dan personal hygiene terpenuhi. GCS 2-2-5.
A:Masalah tetap reisko
P: Intervensi dipertahankan
VENTILASI MEKANIK
VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)
I. Pengertian.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
II. Indikasi Pemasangan Ventilator
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.
III. Penyebab Gagal Napas
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : Contusio cerebri.
b. Radang otak : Encepalitis.
c. Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d. Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2. Penyebab perifer
a. Kelaian Neuromuskuler:
* Guillian Bare symdrom
* Tetanus
* Trauma servikal.
* Obat pelemas otot.
b. Kelainan jalan napas.
* Obstruksi jalan napas.
* Asma broncheal.
c. Kelainan di paru.
* Edema paru, atlektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorak.
* Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e. Kelainan jantung.
* Kegagalan jantung kiri.
IV. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
* Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
* Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
* PaCO2 lebih dari 60 mmHg
* AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
* Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
V. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
VI. Mode-Mode Ventilator.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
VII. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
VIII. Pelembaban dan suhu.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
IX. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.
X. Efek Ventilasi mekanik
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:
Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
XI. Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi
XII. Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
.
XIII. Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
* Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
* Volume tidal 4-5 ml/kg BB
* Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
* Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.
FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK
@ Napas Spontan
- diafragma dan otot intercostalis berkontraksi à rongga dada mengembang terjadi tekanan (-) à aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasi
- fase ekspirasi berjalan secara pasif
@ Pernapasan dengan ventilasi mekanik
- udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+)
- pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif
- ekspirasi berjalan pasif.
EFEK VENTILASI MEKANIK
Pada Kardiovaskuler
- Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax à darah yang kembali ke jantung terhambat à venous return menurun maka cardiac out put menurun.
- Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan (+) à sehingga darah berkurang à cardiac out put menurun.
- Bila tekanan terlalu tinggi à bisa terjadi ex oksigenasi.
Pada organ Lain
- Akibat cardiac out put menurun à perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti, hepar, ginjal, otak dan segala akibatnya.
- Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat à TIK meningkat.
TERAPI OXIGEN
Setelah jalan nafas bebas, maka selanjutnya tergantung dari derajat hipoksia atau hiperkabinya serta keadaan penderita.
Pontiopidan memberi batasan mekanik, oksigenasi dan ventilasi untuk menentukan tindakan selanjutnya (lihat tabel)
PARAMETER | ACCAPTABLE RANGE (TIDAK PERLU TERAPI KHUSUS) | FISIOTERAPI DADA, TERAPI OKSIGEN, MONITORING KETAT | INTUBASI TRACHEOSTOMI VENTILASI MEKANIK. |
1. MEKANIK - Frekwensi nafas - Vital capacity (ml/kg) - Inspiratori force, CmH2O 2. OKSIGENASI - A - aDO2 100% O2 mmHg - PaO2 mmHg 3. VENTILASI - VD / VT - PaCO2 | 12 - 25 70 - 30 100 - 50 50 - 200 100 - 75 (Air) 0,3 - 0,4 35 - 45 | 25 - 35 30 - 15 50 - 25 200 - 350 200 - 70 ( O2 Mask) 0,4 - 0,6 5 - 60 | > 35 <> <> > 350 <> ( O2 Mask ) 0,6 60 |
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BANTUAN VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)
I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
B. 1. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
* Mode ventilator
- CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
- SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
- ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
- CPAP (Continous Possitive Air Presure)
* FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
* PEEP: Positive End Expiratory Pressure
* Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
B. 2. Sistem kardiovaskuler
Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
B. 3. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.
B. 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
B. 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotracheal
III. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
* Bunyi napas terdengar bersih.
* Ronchi tidak terdengar.
* Tracheal tube bebas sumbatan.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2 3 4 5 6 7 8 | Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam dan kalau diperlukan. Lakukan pengisapan bila terdengar ronchi dengan cara: a. jelaskan pada pasien tentang tujuan dari tindakan pengisapan. b. Berikan oksigen dengan O2 100 % sebelum dilakukan pengisapan, minimal 4 - 5 X pernapasan. c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter pengisap steril. d. Masukan kateter kedalam selang ET dalam keadaan tidak mengisap (ditekuk), lama pengisapan tidak lebih dari 10 detik. e. Atur tekanan isap tidak lebih dari 100 - 120 mmHg. f. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100 % sebelum melakukan pengisapan berikutnya. g. Lakukan pengisapan berulang-ulang sampai suara napas bersih. Pertahankan suhu humidifer tetap hangat (35 - 37,8 o C Monitor statur hidrasi pasien Melakukan fisioterapi napas / dada sesuai indikasi dengan cara clapping, fibrasi dan pustural drainage. Berikan obat mukolitik sesuai indikasi / program. Kaji suara napas sebelum dan sesudah melakukan tindakan pengisapan. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan. | 1
2 3 4 5 6 7 8 | Mengevaluasi keefetifan jalan napas. a. Dengan mengertinya tujuan tindakan yang akan dilakukan pasien bisa berpartisipasi aktif. b. Memberi cadangan O2 untuk menghindari hipoksia. c. Mencegah infeksi nosokomial. d. Aspirasi lama dapat menimbulkan hipoksia, karena tindakan pengisapan akan mengeluarkan sekret dan O2. e. Tindakan negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan napas. f. Memberikan cadangan oksigen dalam paru. g. Menjamin keefektifan jalan napas. Membantu mengencerkan skret. Mencegah sekresi menjadi kental. Memudahkan pelepasan sekret. Mengencerkan sekret. Menentukan lokasi penumpukan sekret, mengevaluasi kebersihan tindakan Deteksi dini adanya kelainan. |
|
|
|
|
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya
Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil:
A Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:
- PH (7,35 - 7,45)
- PO2 (80 - 100 mmHg)
- PCO2 (35 - 45 mmHg)
- BE (-2 - + 2)
- Tidak sianosis
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2
3
4 | Cek analisa gas darah setiap 10 - 30 menit setelah perubahan setting ventilator. Monitor hasil analisa gas darah (blood gas) atau oksimeteri selama periode penyapihan. Pertahankan jalan napas bebas dari skresi. Monitor tanda dan gejala hipoksia | 1
2 3
4 | Evaluasi keefektifan setting ventilator yang diberikan Evaluasi kemampuan bernapas Sekresi menghambat kelancaran udara napas. Diteksi dini adanya kelainan. |
|
|
|
|
3. Diagnosa Keperawatan
Ketidak efektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
Tujuan: Pola napas efektif.
Kriteria hasil:
* Napas sesuai dengan irama ventilator.
* Volume napas adekuat.
* Alarm tidak berbunyi.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2
3
4
5
6
7
8 | Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1 - 2 jam. Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya. Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu. Monitor selang / cubbing ventilator dari terlepas , terlipat, bocor atau tersumbat. Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff. Masukan penahan gigi (pada pemasangat ETT lewat oral) Amankan selang ETT dengan fiksasi yang baik. Monitor suara dan pergerakan dada secara teratur. | 1
2
3
4
5
6 7
8
| Diteksi dini adanya kelainan atau gg. fungsi ventilator. Bunyi alarm menunjukan adanya gg. Fungsi ventilator. Memudahkan melakukan pertolongan bila sewaktu/waktu ada gangguan fungsi ventilator. Mencegah berkurangnya aliran udara napas. Mencegah berkurangnya aliran udara napas. Mencegah tergigitnya selang ETT Mencegah terlepas / tercabutnya selang ETT. Evaluasi keefektifan jalan napas. |
|
|
|
|
4. Diagnosa Keperawatan
Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah, kooperatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1 2
3 4 5
6 | Lakukan komunikasi terapiutik. Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya. Berikan sentuhan kasih sayang. Berikan support mental. Berikan kesempatan pada keluarga dan orang-orang yang dekat dengan klien untuk mengunjungi pada saat-saat tertentu. Berikan informasi realistis pada tingkat pemahaman klien. | 1
2
3 4 5
6 | Membina hubungan saling percaya. Menggali perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapi klien. Mengurangi cemas. Mengurangi cemas. Kehadiran orang-orang yang dicintai meningkatkan semangat dan motivasi untuk sembuh. Memahami tujuan pemberian atau pemasangan ventilator. |
|
|
|
|
5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan pemasangan selang endotracheal
Tujuan: Mempertahankan komunikasi
Kriteria hasil: Klien dapat berkomunikasi dgn menggunakan metode alternatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2 | Berikan papan, kertas dan pensil, gambar untuk komunikasi, ajukan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak. Yakinkan klien bahwa suara akan kembali bila ETT dilepas. | 1
2 | Mempermudah klien untuk mengemukakan perasaan / keluhan dengan berkomunikasi. Mengurangi cemas. |
|
|
|
|
6. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan pemasangan selang endotracheal
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi saluran napas s/d pemasangan selang ETT / ventilator
Kriteria hasil:
* Suhu tubuh normal (36 - 37,5 C)
* Warna sputum jernih.
* Kultur sputum negatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2
3
4 5
6
7
8 | Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bauh sputum setiap kali pengisapan. Lakukan pemeriksaan kultur sputum dan test sensitifitas sesuai indikasi. Pertahanakan teknik aseptik pada saat melakukan pengisapan (succion) Jaga kebersihan bag & mask. Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shitf. Ganti selang / tubing ventilator 24 - 72 jam. Monitor tanda-tanda vital yang menunjukan adanya infeksi. Berikan antibiotika sesuai program dokter. | 1
2
3 4
5
6
7 8 | Indikator untuk menilai adanya infeksi jalan napas. Menentukan jenis kuman dan sensitifitasnya terhadap antibiotik. Mencegah infeksi nosokomial. Lingkungan kotor merupakan media pertumbuhan kuman. Lingkungan kotor merupakan media pertumbuhan kuman. Menjamin selang ventilator tetap bersih dan steril. Diteksi dini. Antibiotika bersifat baktericide. |
|
|
|
|
7. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
Tujuan: Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik.
Kriteria hasil:
* Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas.
* Tidak terjadi barotrauma.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2
3
4
5
6
7 | Monitor ventilator terhadap peningkatan secara tajam. Yakinkan napas pasien sesuai dengan irama ventilator Mencegah terjadinya fighting kalau perlu kolaborasi dengan dokter untuk memberi sedasi. Observasi tanda dan gejala barotrauma. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan gunakan kateter succion yang lunak dan ujungnya tidak tajam. Lakukan restrain / fiksasi bila pasien gelisah. Atur posisi selang / tubing ventilator dengan cepat. | 1
2
3
4 5
6
7 | Peningkatan secara tajam dapat menimbulkan trauma jalan napas (barutrauma) Napas yang berlawanan dengan mesin dapat menimbulkan trauma. Napas yang berlawanan dengan mesin dapat menimbulkan trauma. Diteksi dini. Mencegah iritasi mukosa jalan napas. Mencegah terekstubasinya ETT (ekstubasi sendiri) Mencegah trauma akibat penekanan selang ETT. |
|
|
|
|
8. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
* Klien tidak gelisah.
* Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI | RASIONAL | ||
1
2 3
4 | Atur posisi selang ETT dan Tubing ventilator. Atur sensitivitas ventilator. Atur posisi tidur dengan menaikkan bagian kepala tempat tidur, kecuali ada kontra indikasi. Kalau perlu kolaborasi dengan kokter untuk memberi analgesik dan sedasi. | 1
2
3 4 | Mencegah penarikan dan penekanan. Menurunkan upaya pasien melakukan pernapasan. Meningkatkan rasa nyaman. Mengurangi rasa nyeri |